RakyatIndonesia.co.id – Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali mengundang perhatian dunia. Kali ini, suara peringatan datang dari Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, yang menyerukan agar China tidak mengambil langkah gegabah dalam merespons kebijakan tarif impor dari Presiden AS, Donald Trump.
Dalam percakapan telepon resmi dengan Perdana Menteri China, Li Qiang, Ursula menyampaikan pentingnya pendekatan diplomatis dan solusi yang bisa dinegosiasikan guna mencegah situasi memanas lebih jauh. “Presiden menyerukan resolusi yang dinegosiasikan terhadap situasi saat ini, dengan menekankan perlunya menghindari eskalasi lebih lanjut,” demikian pernyataan resmi dari Komisi Eropa.
Von der Leyen menekankan bahwa baik Uni Eropa maupun China memegang peran vital dalam menjaga stabilitas sistem perdagangan global. Ia menyoroti pentingnya menjaga perdagangan tetap bebas, adil, dan berdasarkan prinsip kesetaraan.
“China memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya menghindari eskalasi, tetapi juga mencegah potensi pengalihan perdagangan yang merugikan pihak lain,” ujar Ursula dengan nada tegas namun diplomatis.
Mekanisme Pengawasan dan Stabilitas Global
Dalam pembicaraan tersebut, kedua pemimpin sepakat untuk mulai merancang mekanisme pengawasan perdagangan guna mengidentifikasi dan menanggapi potensi pengalihan arus barang sebagai akibat dari tarif balasan AS. Langkah ini dinilai krusial dalam mencegah dampak domino pada pasar global dan memastikan respons kebijakan yang lebih terkoordinasi.
Stabilitas dan prediktabilitas menjadi sorotan utama von der Leyen. Ia menyebut bahwa ekonomi global sangat membutuhkan arah kebijakan yang dapat diprediksi, terutama dalam kondisi dunia yang penuh ketidakpastian geopolitik.
“Pasar global tidak membutuhkan ketegangan baru, tetapi stabilitas dan kolaborasi antar negara besar,” ungkapnya.
Akses Pasar dan Keseimbangan Hubungan Dagang
Isu akses pasar juga menjadi salah satu topik hangat dalam pembicaraan ini. Von der Leyen menekankan perlunya solusi struktural untuk menyeimbangkan hubungan perdagangan antara Uni Eropa dan China. Ia menegaskan bahwa bisnis Eropa masih menghadapi berbagai hambatan ketika ingin masuk ke pasar China, baik dari sisi perizinan, regulasi, hingga perlakuan yang tidak setara.
“Komisi Eropa mendorong adanya keterbukaan yang lebih besar, agar produk dan layanan dari Eropa mendapat tempat yang adil di pasar China,” tegas pernyataan resmi dari Brussels.
Dukungan untuk Perdamaian Ukraina
Di luar isu perdagangan, von der Leyen juga menyampaikan keprihatinannya atas konflik yang masih berlangsung di Ukraina. Ia menegaskan kembali bahwa perdamaian yang adil dan berkelanjutan hanya bisa tercapai jika Kyiv memegang kendali atas proses tersebut.
Presiden Komisi Eropa pun mendorong China untuk lebih aktif dalam mendorong resolusi damai yang realistis dan berpihak pada prinsip-prinsip kedaulatan.
“China harus memainkan peran yang lebih konstruktif dalam menciptakan kondisi damai yang bisa diterima oleh Ukraina,” tambahnya.
Peringatan dari Ursula von der Leyen kepada China bukan sekadar bentuk kekhawatiran atas situasi perdagangan global, melainkan sinyal kuat bahwa Uni Eropa siap menjadi penengah yang aktif dalam dinamika geopolitik dunia. Dengan mengajak China untuk berpikir strategis dan menghindari reaksi impulsif terhadap kebijakan tarif Trump, Uni Eropa menegaskan posisinya sebagai kekuatan yang mendukung stabilitas, perdamaian, dan keterbukaan pasar.
Hubungan dagang internasional tidak bisa dibangun di atas dasar balas dendam, tetapi harus bertumpu pada dialog dan keseimbangan. Kini, semua mata tertuju pada langkah China berikutnya—apakah akan memilih jalur diplomasi, atau justru menambah panjang daftar konflik global?