Washington D.C. — Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan setelah secara tiba-tiba memberhentikan Jenderal Timothy Haugh dari jabatannya sebagai Kepala Badan Keamanan Nasional (NSA) sekaligus Komando Siber AS. Keputusan mengejutkan ini menimbulkan spekulasi luas, terutama karena terjadi hanya beberapa hari setelah pertemuan Trump dengan aktivis konservatif kontroversial, Laura Loomer.
Gambar Istimewa: tempo.co
Meski hingga saat ini Gedung Putih belum memberikan penjelasan resmi, sejumlah pengamat menilai bahwa langkah ini berkaitan erat dengan isu loyalitas dalam pemerintahan Trump. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa Loomer telah mendesak Trump untuk “membersihkan” jajaran pejabat yang dinilai tidak sepenuhnya mendukung agendanya.
Dalam unggahannya di platform media sosial X, Loomer mengklaim bahwa bukan hanya Haugh yang dipecat, melainkan juga wakilnya, Wendy Noble. “Tidak setia kepada Presiden Trump. Itulah sebabnya mereka dipecat,” tulis Loomer dalam pernyataannya yang kemudian menyebar luas di dunia maya.
Pernyataan Trump sendiri tampaknya sejalan dengan narasi tersebut. Dalam pernyataan kepada wartawan di atas pesawat Air Force One, Trump mengatakan, “Kita akan selalu melepaskan orang-orang yang tidak kita sukai atau orang-orang yang memanfaatkan kita, atau orang-orang yang mungkin memiliki kesetiaan kepada orang lain.” Komentar ini menguatkan dugaan bahwa isu loyalitas menjadi alasan utama di balik pemecatan tersebut.
Tidak hanya Haugh dan Noble, laporan dari sejumlah media arus utama di AS juga menyebutkan bahwa sedikitnya tiga pejabat lain dari Dewan Keamanan Nasional (NSC) turut diberhentikan dalam waktu yang hampir bersamaan. Meskipun nama-nama mereka belum diungkap secara resmi, langkah ini memperkuat kesan bahwa Trump tengah melakukan perombakan besar-besaran di tubuh keamanan nasional.
Pengamat politik dan keamanan menilai bahwa tindakan ini bisa berdampak luas. “Pemecatan pejabat tinggi di lembaga sensitif seperti NSA tanpa alasan yang jelas bisa menimbulkan ketidakstabilan internal dan merusak kepercayaan publik terhadap integritas lembaga pertahanan,” ujar seorang analis dari Washington Institute.
Sejauh ini, baik Pentagon maupun NSA belum memberikan pernyataan resmi terkait pemberhentian ini. Situasi ini memperburuk ketidakpastian mengenai arah kebijakan keamanan nasional AS di bawah kepemimpinan Trump yang semakin mendekati pemilihan presiden mendatang.
Sementara itu, kubu oposisi menilai bahwa tindakan ini menunjukkan kecenderungan otoriter dari Trump. “Ini bukan soal loyalitas kepada negara, tapi loyalitas kepada individu. Dan itu sangat berbahaya,” ujar seorang senator dari Partai Demokrat dalam wawancara dengan CNN.
Pemecatan mendadak ini juga menuai respons dari berbagai komunitas intelijen di AS yang menyuarakan kekhawatiran terhadap politisasi lembaga keamanan. Banyak yang menilai bahwa tindakan Trump bisa menjadi preseden buruk dalam hubungan sipil-militer di negara tersebut.
Pemecatan Jenderal Timothy Haugh sebagai kepala NSA dan Komando Siber AS oleh Presiden Donald Trump menimbulkan gelombang pertanyaan besar, terutama terkait motif di balik keputusan tersebut. Meskipun belum ada penjelasan resmi dari pihak pemerintah, berbagai sinyal menunjukkan bahwa isu loyalitas menjadi faktor kunci. Di tengah persiapan menuju pemilu, langkah Trump ini bisa menjadi bagian dari strategi politiknya, namun juga menyisakan kekhawatiran mendalam terkait stabilitas dan netralitas lembaga-lembaga negara yang seharusnya berdiri di atas kepentingan politik.