Bank Indonesia Tegaskan Komitmen Stabilkan Rupiah Usai Kenaikan Tarif Impor AS oleh Trump

JAKARTA – Dalam situasi global yang kembali memanas akibat keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menaikkan tarif impor secara besar-besaran, Bank Indonesia (BI) memastikan

Redaksi

JAKARTA – Dalam situasi global yang kembali memanas akibat keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menaikkan tarif impor secara besar-besaran, Bank Indonesia (BI) memastikan komitmennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan resmi pada Sabtu (6/4/2025) di Jakarta. Ia menegaskan bahwa pihaknya terus mengoptimalkan kebijakan intervensi guna menjaga ketahanan pasar keuangan domestik.

Kami terus memantau dinamika pasar global dan domestik secara saksama, terutama setelah pengumuman tarif terbaru dari Presiden Trump pada 2 April 2025,” ujar Ramdan.

Tiga Jurus Andalan BI untuk Kendalikan Volatilitas Pasar

Ramdan menyebutkan bahwa Bank Indonesia telah mengaktifkan strategi triple intervention yang mencakup tiga komponen utama:

  1. Intervensi langsung di pasar valuta asing (valas) melalui transaksi spot,

  2. Pemanfaatan instrumen Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) untuk lindung nilai nilai tukar,

  3. Stabilisasi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), khususnya di pasar sekunder.

Langkah-langkah ini diambil untuk menjaga ketersediaan likuiditas valas bagi sektor perbankan dan dunia usaha, serta meredam kekhawatiran pelaku pasar yang mulai bereaksi atas kebijakan dagang AS.

Dampak Global Langsung Terlihat: Pasar Saham Melemah, Yield US Treasury Merosot

Hanya dalam hitungan hari setelah pengumuman Trump, pasar keuangan global langsung menunjukkan gejolak signifikan. Saham-saham di bursa utama dunia mengalami pelemahan, sementara yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) anjlok ke titik terendah sejak Oktober 2024.

Ketidakpastian makin bertambah setelah China mengumumkan retaliasi tarif pada 4 April 2025, memicu kekhawatiran bahwa tensi perang dagang global bisa meningkat lagi seperti era 2018–2019.

Di tengah situasi tersebut, BI memutuskan untuk tidak melakukan operasi moneter pada pekan ini, karena bertepatan dengan libur nasional dan cuti bersama Idul Fitri serta Hari Suci Nyepi. Meski demikian, BI menegaskan bahwa operasional akan kembali normal pada 8 April 2025.

Indonesia Masuk Daftar Kenaikan Tarif, Kena Pajak Impor hingga 32 Persen

Dalam pengumuman tarif pada acara bertajuk “Make America Wealthy Again” di Rose Garden, Gedung Putih, Trump mengumumkan kenaikan tarif setidaknya 10 persen terhadap puluhan negara, termasuk Indonesia.

Indonesia tercatat di peringkat kedelapan dengan kenaikan tarif sebesar 32 persen. Negara-negara Asia Tenggara lainnya yang turut terdampak antara lain:

  • Malaysia: 24%

  • Kamboja: 49%

  • Vietnam: 46%

  • Thailand: 36%

Trump menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri AS dan menciptakan lapangan kerja baru. Menurutnya, kebijakan tarif ini merupakan bentuk perlawanan terhadap praktik perdagangan yang dianggap tidak adil dan merugikan kepentingan Amerika.

BI Siaga, Ekonomi Indonesia Diharapkan Tetap Tangguh

Meski tekanan eksternal dari kebijakan proteksionis AS terus meningkat, Bank Indonesia menunjukkan kesiapan penuh untuk meredam dampaknya terhadap stabilitas ekonomi nasional. Dengan strategi intervensi yang adaptif serta komunikasi aktif kepada pelaku pasar, BI berharap dapat menjaga kepercayaan investor dan mencegah volatilitas berlebih pada rupiah.

Di tengah turbulensi global ini, sinergi antara otoritas moneter, fiskal, dan sektor usaha menjadi kunci agar Indonesia tetap menjadi salah satu negara berkembang yang tahan banting menghadapi tekanan global.

Jika keberatan atau harus diedit baik Artikel maupun foto Silahkan Laporkan! Terima Kasih

Ikuti kami :

Tags

Related Post