RakyatIndonesia, Pekanbaru – Sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Pekanbaru memasuki babak baru dengan adanya gugatan yang diajukan pasangan calon Muflihun-Ade Hartati. Namun, Ketua Tim Pemenangan Agung Nugroho-Markarius Anwar, Ayat Cahyadi, menilai langkah hukum tersebut tidak berdasar dan hanya membuang-buang waktu.
“Dalil dalam gugatan ini sangat subjektif dan dipenuhi kepentingan tertentu. Tuduhan terhadap KPUD Pekanbaru, terutama soal formulir C6, sama sekali tidak objektif dan mengada-ada,” tegas Ayat dalam konferensi pers yang digelar Senin malam (16/12).
Selisih Suara yang Signifikan
Ayat Cahyadi menekankan bahwa selisih suara antara pasangan Agung-Markarius dengan Muflihun-Ade sangat besar, yakni mencapai 91.566 suara atau sekitar 26 persen. Selisih ini, menurut Ayat, jauh dari batas minimal untuk memenuhi syarat pengajuan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gambar Istimewa : cakaplah.com
“MK memiliki aturan ketat terkait ambang batas sengketa. Dengan selisih suara sebesar 26 persen, hampir mustahil gugatan ini diterima. Saya yakin MK akan menolaknya. Upaya hukum ini hanya akan sia-sia,” ujar Ayat dengan penuh keyakinan.
Kritik Terhadap Tuduhan kepada KPUD
Dalam gugatan tersebut, tim Muflihun-Ade menuduh KPUD Pekanbaru memihak salah satu kandidat melalui distribusi formulir C6. Namun, Ayat menepis tuduhan itu dengan menyebut bahwa proses pemilu telah diawasi oleh banyak pihak, termasuk pengawas independen.
“Tidak mungkin KPUD memihak salah satu kandidat. Semua proses berjalan transparan dan diawasi oleh banyak pihak. Tuduhan seperti ini hanya menunjukkan ketidakdewasaan dalam menerima hasil pemilu,” tambahnya.
Ajakan untuk Menerima Hasil Pilkada
Selain menanggapi gugatan, Ayat juga mengimbau pasangan Muflihun-Ade untuk menerima hasil Pilkada dengan lapang dada. Ia menilai bahwa demokrasi membutuhkan kedewasaan dalam menghadapi kemenangan maupun kekalahan.
“Kota Pekanbaru memerlukan stabilitas dan persatuan setelah Pilkada. Saya harap semua pihak, termasuk Muflihun-Ade, dapat menerima hasil ini demi kebaikan bersama,” kata Ayat.
Kondusifitas Kota Pekanbaru Jadi Prioritas
Menutup pernyataannya, Ayat mengajak seluruh elemen masyarakat Pekanbaru untuk menjaga kondusifitas kota pasca-Pilkada. Ia berharap sengketa ini tidak menjadi pemicu konflik atau keretakan di tengah masyarakat.
“Mari kita jadikan Pilkada ini sebagai pelajaran demokrasi. Perbedaan pilihan adalah hal wajar, tetapi persatuan adalah yang utama,” tutup Ayat.
Gugatan: Strategi atau Sekadar Formalitas?
Melihat fakta-fakta yang ada, banyak pihak menilai bahwa gugatan Muflihun-Ade lebih bersifat simbolis daripada upaya nyata untuk membalikkan hasil Pilkada. Selisih suara yang signifikan, ditambah dengan lemahnya dasar hukum yang diajukan, menjadi penghambat besar untuk melangkah lebih jauh.
Namun, hingga putusan final dari MK, sengketa ini masih menjadi perhatian publik. Apakah gugatan ini murni untuk mencari keadilan, atau hanya langkah untuk menjaga eksistensi politik pasangan Muflihun-Ade? Jawabannya akan segera terjawab dalam waktu dekat.
Sengketa Pilkada Pekanbaru menunjukkan bahwa proses demokrasi di Indonesia masih diwarnai tantangan. Meski demikian, kedewasaan politik dan komitmen menjaga kondusifitas harus tetap diutamakan oleh semua pihak. Apapun hasil akhir dari sengketa ini, harapan terbesar adalah terciptanya kedamaian dan kemajuan bagi Kota Pekanbaru.