RakyatIndonesia.co.id, Jakarta – Penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menimbulkan berbagai respons dari berbagai pihak. Salah satu tanggapan datang dari Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, yang menegaskan bahwa memperdebatkan unsur politis dalam kasus ini tidak membawa manfaat.
“Tidak ada gunanya kita berdebat apakah kasus ini berlatar belakang politik atau tidak. Yang terpenting adalah memastikan bahwa perkara ini diproses sesuai aturan hukum,” ujar Habiburokhman melalui pesan WhatsApp pada Selasa, 24 Desember 2024.
Habiburokhman menambahkan bahwa perdebatan soal politisasi hanya akan menimbulkan penilaian yang sangat subjektif. Oleh karena itu, ia mendorong agar seluruh pihak fokus pada jalannya proses hukum. Partai Gerindra, tempat ia bernaung, menyatakan penghormatan terhadap langkah KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka, sekaligus mendukung hak Hasto untuk melakukan pembelaan berdasarkan hukum yang berlaku.
Kasus Hasto dan Rangkaian Fakta yang Terungkap
KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyebut bahwa Hasto memiliki peran sentral dalam skandal tersebut, termasuk membantu pelarian Harun Masiku, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
Berdasarkan penyidikan, KPK menemukan bahwa uang suap yang digunakan dalam kasus ini bersumber dari Hasto. “Sebagian uang suap berasal dari HK, sesuai temuan yang telah kami dapatkan,” ujar Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK.
Motivasi Hasto dalam kasus ini terkait dengan penggantian antar waktu (PAW) anggota DPR. Ia disebut ngotot agar Harun Masiku menggantikan Nazarudin Kiemas, meski secara aturan posisi tersebut seharusnya diisi oleh Riezky Aprilia, yang memperoleh suara kedua terbanyak pada Pemilu 2019. Hasto bahkan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung untuk mendukung langkahnya tersebut.
Lobi dan Tekanan terhadap Pihak Terkait
Upaya Hasto untuk memastikan Harun Masiku menduduki kursi DPR dilakukan dengan berbagai cara, termasuk menahan surat undangan pelantikan Riezky Aprilia. Hasto juga memerintahkan kader PDIP, Saeful Bahri, untuk menemui Riezky di Singapura dan memintanya mundur, namun permintaan tersebut ditolak.
Karena pendekatan terhadap Riezky tidak berhasil, Hasto mengalihkan fokusnya kepada Wahyu Setiawan. Pada Agustus 2019, Hasto bertemu dengan Wahyu untuk mengajukan dua nama dari PDIP, salah satunya Harun Masiku. Selain itu, Hasto mengutus Donny Tri Istiqomah untuk melobi Wahyu, yang kemudian menyerahkan uang suap melalui Agustina Tio Fridelina, eks anggota Badan Pengawas Pemilu.
Tindakan Obstruction of Justice
Ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan, Hasto diduga memerintahkan Harun Masiku melarikan diri. “Pada 8 Januari 2020, saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nurhasan untuk menelepon Harun Masiku, menyuruhnya merendam HP dalam air, dan segera melarikan diri,” ungkap Setyo.
KPK akhirnya menjerat Hasto dengan dua perkara, yaitu suap dan obstruction of justice. Dalam kasus suap, ia dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan untuk obstruction of justice, ia dikenakan Pasal 21 UU yang sama.
Harapan Proses Hukum Transparan
Habiburokhman menekankan pentingnya prinsip transparansi dalam menangani kasus ini. Ia berharap setiap tuduhan maupun bantahan dapat dibuktikan melalui alat bukti yang sah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan diharapkan menjadi momentum untuk menegakkan supremasi hukum tanpa intervensi politik. Dengan langkah KPK yang tegas, masyarakat menanti proses hukum yang adil dan transparan demi menjaga integritas lembaga negara.
Kasus Hasto Kristiyanto adalah ujian besar bagi lembaga antirasuah dan sistem hukum di Indonesia. Dengan sorotan masyarakat yang begitu besar, penanganan kasus ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.